Pada masa awal setelah diangkat sebagai utusan Allah (Rasulullah) Nabi Muhammad Saw membangun komunikasi dengan para pemimpin suku dan pemimpin negara lain. Beliau mengirim utusan yang membawa surat ajakan masuk Islam. Korespondensi melalui surat itu tujukan kepada Heraclius (kaisar Romawi), Raja Negus (penguasa Ethiopia), dan Khusrau (penguasa Persia).
Sejarah mencatat, waktu itu Heraclius (Raja Romawi) dan Kisra (Raja Persia) merupakan dua kerajaan yang terkuat pada zamannya, dan merupakan dua orang yang telah menentukan jalannya politik dunia serta nasib seluruh penduduknya. Perang antara dua kerajaan ini berkecamuk dengan kemenangan yang selalu silih berganti.
Pada mulanya Persia adalah pihak yang menang. Ia menguasai Palestina dan Mesir, menaklukkan Baitul Maqdis (Yerusalem) dan berhasil membawa Salib Besar (The True Cross). Kemudian giliran Persia mengalami kekalahan lagi. Panji-panji Bizantium kembali berkibar lagi di Mesir, Suriah serta Palestina, dan Heraklius berhasil mengembalikan salib itu.
Kalau saja orang ingat akan kedudukan kedua kerajaan itu, mereka akan dapat mengira-ngira betapa besarnya dua nama ini, yang mendengarnya saja hati orang sudah gentar. Tiada satu kerajaan pun yang pernah berpikir hendak melawan mereka. Yang terlintas dalam pikiran orang ialah hendak membina persahabatan dengan keduanya. Jika kerajaan-kerajaan dunia yang terkenal pada waktu itu saja sudah demikian keadaannya, apalagi negeri-negeri Arab.
Yaman dan Irak waktu itu di bawah pengaruh Persia, sedang Mesir sampai ke Syam di bawah pengaruh Heraclius. Pada waktu itu Hijaz dan seluruh semenanjung jazirah terkurung dalam lingkaran pengaruh kedua imperium ini. Kehidupan orang Arab pada masa itu hanya tergantung pada soal perdagangan dengan Yaman dan Syam. Dalam hal ini perlu sekali mereka mengambil hati Kisra dan Heraclius agar kedua kerajaan ini tidak merusak perdagangan mereka.
Disamping itu kehidupan orang-orang Arab tidak lebih daripada kabilah-kabilah, yang dalam bermusuhan, kadang keras, kadang lunak. Tak ada ikatan di antara mereka yang merupakan suatu kesatuan politik, yang dapat mereka gunakan untuk menghadapi pengaruh kedua kerajaan raksasa tersebut.
Oleh sebab itu, Rasulullah mengirimkan utusan-utusannya kepada kedua penguasa besar itu—juga kepada Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia. Beliau mengajak mereka untuk memeluk Islam, tanpa merasa khawatir akan segala akibat yang mungkin timbul. Dampak yang mungkin dapat membawa seluruh negeri Arab tunduk di bawah cengkeraman Persia dan Bizantium.
Akan tetapi kenyataannya, Rasulullah tidak ragu-ragu mengajak para raja itu menganut agama yang benar. Beliau mengirim utusan kepada Heraclius, Kisra, Muqauqis, Harits Al-Ghassani (Raja Hira), Harits Al-Himyari (Raja Yaman) dan kepada Najasi, penguasa Abesinia (Ethiopia). Beliau hendak mengajak mereka masuk Islam.
Para sahabat menyatakan mereka kesanggupan mereka melakukan tugas besar ini. Rasulullah kemudian membuat sebentuk cincin dari perak bertuliskan: "Muhammad Rasulullah".
Adapun surat buat Heraclius itu dibawa oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dan surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah bin Hudzafah. Sementara surat kepada Najasyi dibawa oleh Amr bin Umayyah, dan surat kepada Muqauqis oleh Hatib bin Abi Balta'ah.
Sementara itu, surat kepada penguasa Oman dibawa oleh Amr bin Ash, surat kepada penguasa Yaman oleh Salit bin Amr, dan surat kepada Raja Bahrain oleh Al-'Ala bin Al-Hadzrami. Sedangkan surat kepada Harith Al-Ghassani, Raja Syam, dibawa oleh Syuja' bin Wahab. Dan surat kepada Harits Al-Himyari, Raja Yaman, dibawa oleh Muhajir bin Umayyah.
Masing-masing mereka kemudian berangkat menuju tempat yang telah ditugaskan oleh Nabi. Para penulis sejarah berbeda pendapat tentang waktu keberangkatan mereka. Sebagian besar menyatakan para utusan berangkat dalam waktu yang berbarengan, sementara sebagian lagi berpendapat mereka berangkat dalam waktu yang berlainan.
Surat Untuk Heraclius
Berikut Surat Rasulullah kepada Heraclius (Raja Romawi) -- yang dibawa oleh Dihyah al-Kalbi – teksnya berbunyi:
"Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada tuan. Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin—Heraklius bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia merintangi mereka dari agama—menjadi tanggungiawab tuan.
Wahai orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang pada kata yang sama antara kami dan kamu, yakni bahwa tak ada yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau mereka mengelak juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang Islam."
Ketika Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kaisar Heraclius dan menyerukan kepada Islam. Pada waktu itu Kaisar sedang merayakan kemenangannya atas Negeri Persia.
Begitu menerima surat dari Rasulullah Saw, Sang Kaisar pun berkeinginan untuk melakukan penelitian guna memeriksa kebenaran kenabian Muhammad Saw. Lalu Kaisar memerintahkan untuk mendatangkan seseorang dari Bangsa Arab ke hadapannya. Abu Sufyan ra, waktu itu masih kafir, dan rombongannya segera dihadirkan di hadapan Kaisar.
Abu Sufyan pun diminta berdiri paling depan sebagai juru bicara karena memiliki nasab yang paling dekat dengan Rasulullah Saw. Rombongan yang lain berdiri di belakangnya sebagai saksi. Itulah strategi Kaisar untuk mendapatkan keterangan yang valid.
Maka berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan ra. Kaisar Heraclius adalah seorang yang cerdas dengan pengetahuan yang luas. Beliau bertanya dengan taktis dan mengarahkannya kepada ciri seorang nabi. Abu Sufyan ra juga seorang yang cerdas dan bisa membaca arah pertanyaan Sang Kaisar. Namun beliau dipaksa berkata benar walaupun berusaha memberi sedikit bias.
Di akhir dialog Sang Kaisar mengutarakan pendapatnya. Inilah ciri-ciri seorang nabi menurut pandangannya dan sebagaimana telah dia baca di dalam Injil. Ternyata semua ciri yang tersebut ada pada diri Rasulullah Saw.
Kaisar Heraclius telah mengetahui tentang Rasulullah Saw dan membenarkan kenabian beliau dengan pengetahuan yang lengkap. Akan tetapi ia dikalahkan rasa cintanya atas tahta kerajaan, sehingga ia tidak menyatakan keislamannya. Ia mengetahui dosa dirinya dan dosa dari rakyatnya sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw.
Dengan kecerdasan dan keluasan ilmunya Kaisar bisa mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah Saw. Bahkan Kaisar menyatakan : “Dia (maksudnya Rasulullah Saw) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini.” Saat itu Kaisar sedang dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis.
Abu Sufyan ra menceritakan dialog ini setelah masuk Islam dengan keislaman yang sangat baik, sehingga hadits ini diterima. Kaisar lalu memuliakan Dihyah bin Khalifah Al-Kalby dengan menghadiahkan sejumlah harta dan pakaian. Kaisar pun memuliakan surat dari Rasulullah Saw, namun ia lebih mencintai tahtanya. Akibatnya, di dunia, Allah Swt memanjangkan kekuasaannya. Namun dia harus mempertanggungjawabkan kekafirannya di akhirat kelak.
Surat Untuk Muqouqis (Penguasa Mesir)
Kemudian Rasululullah Saw juga mengirim surat kepada Gubernur Mesir Muqauqis. Berikut Surat untuk Muqouqis, Gubernur Mesir:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusanNya kepada Muqauqis raja Qibthi. Keselamatan bagi orang yang mengiktui petunjuk. Amma ba’du: Aku mengajakmu dengan ajakan Islam. Masuklah Islam maka engkau akan selamat. Masuklah Islam maka engkau akan diberikan Alah pahala dua kali. Jika kau menolak maka atasmu dosa penduduk Qibthi.
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS ali Imran 3:64). (Al-Mawahib al Laduniyah).”
Surat untuk Raja Habasyah Najasyi (Ethiopia)
Selanjutnya, Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Raja Habasyah, Najasi. Berikut Surat Nabi kepada Raja Habsyah Najasyi.
“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusa Allah kepada Najasyi raja Habasyah, keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.
Amma ba’du: Aku memuji Allah padamun yang tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Menguasai, Maha Suci, Maha Penyelamat, Maha Pemberi Aman dan Maha Pembeda. Aku bersaksi bahwa Isa anak Maryam ruh Allah, dan firmanNya yang diberikan kepada Maryam yang suci lagi perawan, lalu ia hamil dari ruh dan tiupannya, sebagaimana Ia menciptakan Adam dengan tanganNya.
Aku mengajakmu kepada Allah yang Esa, yang tidak ada sekutu bagiNya, mematuhi dengan ketaatan kepadaNya dan untuk mengikutiku dan mempercayai apa yang aku bawa. Aku Rasulullah, aku mengajakmu dan para pasukanmu kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi. Aku telah menyampaikan pesan dan memberi nasehat, maka terimalah nasehatku. Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk. (Thabaqut Ibnu Sa’ad).
Surat Untuk Raja Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)
Lalu Rasullah juga mengirim surat kepada Raja Persia
Berikut Surat Rasulullah kepada Raja Persia, Kisra Abrawaiz:
“Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra raja Persia. Keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk, yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah kepada semua umat manusia, untuk memberi peringatan bagi siapa yang hidup. Masuklah Islam maka kau akan selamat, dan jika kau mengabaikannya maka atasmu dosa orang orang Majusi.” (Sumber: hadist Ibnu Abbas yang di-takhrij oleh Bukhari dan oleh Ahmad).
Ketika Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kisra Abrawaiz raja dari Negeri Persia dan menyerunya kepada Islam. Namun ketika surat itu dibacakan kepada Kisra, ia pun merobeknya sambil berkata, ”Budak rendahan dari rakyatku menuliskan namanya mendahuluiku”.
Ketika berita tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, beliaupun mengatakan, ”Semoga Allah mencabik-cabik kerajaannya.” Doa tersebut dikabulkan. Persia akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan. Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan dirampas kekuasaannya.
Seterusnya kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab ra hingga tidak bisa lagi berdiri. Selain itu Kisra masih harus mempertanggung-jawabkan kekafirannya di akhirat kelak. (Desastian/dari berbagai sumber)
Komentar
Posting Komentar